Selasa, 14 Februari 2012

He makes every thing beautifull in His time :)

Alkisah seorang raja yang sangat gemar berburu. Setiap kali raja berburu, dia selalu membawa pembantu setianya untuk ikut serta. Yang istimewa dari pembantunya adalah, dia selalu mengatakan : “Untuk segala sesuatu itu selalu ada makna baiknya”. Ketika raja sangat menginginkan seekor harimau yang besar, namun pada kenyataannya hanya kambing gunung maka pembantunya mengatakan: “Baginda raja tidak mendapatkan harimau dan hanya mendapatkan kambing gunung juga ada baiknya”. Ketika raja sangat ingin mendapatkan babi hutan, dan ternyata dia hanya mendapatkan seekor kelinci maka dia pun berkata: “Baginda Raja tidak mendapatkan babi hutan dan hanya mendapatkan seekor kelinci juga ada baiknya”. Suatu hari saat sang raja sedang membersihkan senapannya, secara tidak sengaja ibu jari kaki kirinya tertembak oleh senapan itu, hingga ibu jarinya hilang dan kaki sang raja lukaluka. Melihat hal itu sang pembantu setianyapun segera menguatkan: “Baginda raja, tertembak ibu jari kaki kiri juga jangan-jangan ada baiknya”. Mendengar komentar yang demikian, tentu saja sang raja menjadi sangat marah, dan mulai saat itu dia tidak mau lagi mengajak serta pembantu setianya. Suatu ketika Raja melakukan perburuan seorang diri, dia ditangkap oleh sekelompok suku pedalaman yang masih sangat gemar memakan daging manusia. Sang raja dilucuti dan siap untuk dimasak. Perapian yang menyala sudah disiapkan. Namun ketika kepala suku memeriksa fisik sang raja, dia memerintahkan untuk membebaskan sang raja. Raja di anggap tidak sempurna, karena tidak memiliki ibu jari kaki sebelah kiri. Setelah peristiwa tersebut raja kemudian mengingat kata-kata pembantu setianya: “Untuk segala sesuatu selalu ada makna baiknya”. Raja bergegas kembali ke istana, dia cari pembantunya. Segera raja ceritakan semua pengalamannya, dan di akhir cerita dia berkata: “Sayang sekali kamu tidak ada di sana saat itu, sehingga kamu dapat menyaksikan sendiri semua kebenarannya”. Mendengar kalimat Raja, sang pembantunya mengatakan: “Baginda raja, ada baiknya juga aku tidak ada di sana waktu itu, karena kalau aku ada di sana – bisa jadi baginda dibebaskan dan aku direbus menggantikan baginda”. Melalui cerita tersebut kita di ajak untuk melihat bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu dan tidak ada peristiwa yang dapat membuat kita susah dan menderita. Tidak ada juga pribadi yang dapat membuat kita kecewa dan merana. Kebahagiaan dan penderitaan yang kita alami, kita sendirilah yang menentukannya. Semua yang ada di dunia ini, dan yang ada di sekitar kita sudah bersifat tetap. Realita ini tidak pernah berubah. Raja dalam cerita kita tadi tidak dapat merubah kambing gunung menjadi harimau atau kelinci menjadi babi hutan, dia juga tidak dapat memulihkan ibu jari kaki kirinya yang tertembak. Meskipun demikian dia selalu dapat menyikapinya dengan bijak, dan hal itu pasti jauh lebih baik daripada menjadi marah karena keadaan. Hidup yang kita jalani adalah hidup yang di dalamnya kita harus memilih. Kita dapat memilih untuk menjadi pribadi yang selalu mengeluh dan mengasihani diri sendiri, atau sebaliknya menjadi pribadi yang bersemangat dan penuh keberanian menyambut setiap pengalaman. Berikanlah “self statement” atau “self expression” bagi banyak orang di sekitar kita tentang kedirian kita menghadapi beragam pengalaman yang datang dan menyapa kita. Yang tidak boleh kita lupa adalah mereka yang mempunyai sikap memilih dan memaknai setiap peristiwa dengan positif pada akhirnya akan menjadi pribadi yang sadar bahwa dirinya mempunyai hak untuk menjadi pribadi yang luar biasa. Yang selalu mencari kesempatan (opportunity) dalam setiap pengalaman hidup yang dihadapinya, dan bukan perlindungan (security) dalam setiap pengalaman tersebut. Untuk segala sesuatu selalu ada makna baiknya.

Tiada Hasil Tanpa Tujuan

Pelajaran dari Brian Tracy Semua orang ingin sukses. Namun, kenyataannya tidak banyak orang menjadi sukses. Mengapa? Mereka tidak memiliki tujuan yang jelas. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang yang memiliki tujuan yang jelas meraih sukses lebih cepat ketimbang mereka yang tidak memilikinya. Hampir 97 persen manusia di dunia hidup tanpa tujuan apa pun atau samar-samar. Mereka tidak bisa melihat tujuan mereka dengan jelas dan tepat. Beberapa dari mereka terlalu sibuk bekerja sehingga kehilangan pandangan akan tujuan mereka. Mereka seperti orang yang sedang melempar anak panah ke sebuah papan tembak dengan mata tertutup. Usaha yang sia-sia. Bagaimana dengan Anda? Apakah tujuan Anda? Sudahkah Anda dengan jelas menulis tujuan Anda? Apakah Anda membaca dan mengulas tujuan Anda setiap pagi agar Anda selalu teringat tujuan tersebut? Jika ya, Anda sedang menuju jalan meraih sukses. Jika tidak, saya sangat merekomendasikan Anda untuk memulai menulis tujuan Anda. SEGERA PULANG Suatu hari, seorang pria ditelepon istrinya. Ia diberi tahu bahwa anak mereka yang berusia dua tahun mengalami kecelakaan dan dahinya terluka. “Segeralah pulang,” pinta istrinya. Biasanya, pria ini membutuhkan waktu 1-2 jam dalam perjalanan. Saat membayangkan anaknya menangis dalam kesakitan, ia mulai memaksakan diri untuk pulang lebih cepat. Usahanya tidak sia-sia. Dalam waktu satu jam, ia telah sampai ke rumah. Istrinya kaget, “Bagaimana bisa sampai di rumah 30 menit lebih cepat?” Dia menjawab, “Aku mengebut, mendesak, mengambil jalan pintas, bergerak lebih cepat dari biasanya, apa pun yang diperlukan untuk tiba lebih cepat.” Ketika Anda memiliki tujuan yang jelas, secara otomatis Anda memiliki urgensi yang lebih kuat. Ketika Anda ingin meraih tujuan lebih cepat, otomatis Anda menemukan cara yang lebih baik dan cepat untuk meraih tujuan. Dengan kata lain, Anda dapat meraih sukses lebih cepat. Tentu butuh kerja keras dan pengorbanan untuk meraih tujuan tersebut. Sering kali Anda benar-benar letih dan frustrasi, lalu bertanya, “Mengapa aku melakukan semua ini? Apa yang akan kudapatkan? Apakah semua waktu ini layak untuk dikorbankan?” Oleh karena itu, sebelum memulai usaha ini, Anda terlebih dulu harus mengetahui mengapa Anda ingin meraihnya. Jika alasan Anda tidak jelas, tidak kuat, dan tidak menimbulkan emosi yang bercampur aduk dalam diri Anda (gembira, senang, sukacita, takut, dll.), kemungkinan besar Anda akan gagal. Salah satu contoh, jika saya memasukkan kepala Anda ke dalam air dan menahannya hingga Anda kehabisan udara, serta masih menahannya, Anda akan berjuang sekuat tenaga agar dapat keluar dari air dan bisa menghirup udara. Anda membutuhkan udara, itulah sebabnya Anda berusaha keras untuk mendapatkannya. Jawaban dari ‘mengapa’ Anda ingin mencapai tujuan Anda, harus sama kuat seperti urgensi Anda mendapatkan udara. Kesimpulannya, ‘apa’ dan ‘mengapa’ tujuan Anda adalah dua prinsip dasar dari penetapan tujuan – langkah pertama menjadi sukses. Kerja keras saja kurang. Hal itu baik, tapi belum cukup. Itulah sebabnya, kita melihat orang-orang yang bekerja keras, tidak meraih tingkatan sukses mana pun.

Best Giving

Kolose 2:6-15
Menjadi pemenang dalam sebuah pertandingan pasti terasa sangat menyenangkan. Biasanya, ada hadiah yang akan diberikan sebagai penghargaan atas jerih payah selama pertandingan. Setelah itu, tim yang menang pasti berusaha untuk mempertahankan kemenangan pada pertandingan-pertandingan selanjutnya. Tim pemenang akan berusaha keras supaya tidak sampai kalah. Tahukah Sahabat Riang bahwa di dalam Kristus kita adalah umat pemenang dan telah menerima hadiah yang terindah berupa keselamatan di dalam Dia?

Anugerah keselamatan lewat pengurbanan Kristus adalah hal terindah yang pernah diberikan Allah untuk manusia. Hal yang patut kita syukuri ketika kita telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Namun, tidak hanya berhenti sampai di situ karena ada halhal yang harus kita lakukan setelah menjadikan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita, yaitu: Pertama, berakar dan bertumbuh di dalam Dia. Kehidupan kita akan semakin kuat ketika kita berkomitmen untuk bertumbuh dalam pengenalan kita akan Dia. Kedua, memiliki iman yang teguh. Kita harus belajar percaya pada Dia sepenuhnya dan memiliki iman yang semakin kuat. Hal itu berarti kita perlu belajar mengandalkan Dia dalam segala hal yang terjadi dalam hidup kita. Ketiga, selalu mengucap syukur. Ucapan syukur hendaknya tidak pernah lepas dari kehidupan kita, dalam segala hal, sebab itulah yang Tuhan kehendaki dari hidup kita.

Siang ini, mari bersyukur untuk kelahiran Yesus dan anugerah keselamatan yang telah diberikan Bapa. Mari kobarkan terus kerinduan untuk bertumbuh, mengenal Dia, memiliki keteguhan iman, dan jalani hidup dengan ucapan syukur. Ketika itulah hidup kita akan menghasilkan buah yang dapat dirasakan dan dinikmati oleh orang lain. (RH)

Pintar??

Pertengahan tahun seperti ini, bahkan bulan-bulan sebelumnya, selalu diwarnai dengan kesibukan orangtua dan siswa untuk memilih sekolah dan perguruan tinggi. Yang diincar adalah sekolah dan perguruan tinggi favorit dengan harapan mendapatkan pendidikan dan fasilitas belajar terbaik.

Di antara mereka bahkan ada yang mengejar ilmu sampai ke luar negeri. Orangtuanya pun tak segan merogoh kocek karena mahalnya pendidikan di sana. Semua demi merencanakan masa depan yang lebih baik dan menjanjikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji menggiurkan terbentang di depan mata. Atau, sebisa mungkin lulus dengan nilai baik dari universitas terkemuka sehingga menjadi daya tarik bagi perusahaan-perusahaan besar untuk merekrutnya.

PINTAR DAN PEKA

Lalu, bagaimana bila ternyata orang-orang yang dinilai berkualitas secara akademis justru melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak mencerminkan keunggulan yang seharusnya? Misalnya, para pejabat yang korupsi atau para pemuda pelajar yang terlibat berbagai kriminalitas dan penggunaan obat terlarang. Kasus-kasus yang kita baca di media massa atau yang kita saksikan di televisi mengarahkan pada satu anggapan bahwa sikap empati, saling menghargai dan menghormati sudah terkikis oleh keinginan mengedepankan kepentingan diri. Jika demikian, apakah sistem pendidikan kita kecolongan sehingga insan yang seharusnya bisa diandalkan ternyata malah berbuat tidak sepantasnya? Memang tidak semua begitu dan kita tidak bisa menyamaratakan semuanya. Namun, berbagai kasus yang terjadi cukup menjadi alasan kuat untuk melihat kembali celah yang bisa memungkinkan semua itu.

Sejatinya pendidikan memang mencetak manusia berkualitas unggul, terdidik, dan berkompetensi—sumber daya manusia yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa. Banyak manusia berpendidikan yang pintar, berotak encer, dan berprestasi secara akademik, tetapi bagaimana dengan watak dan karakter mereka? Sungguh disayangkan bila kita hanya mengejar dan menonjolkan kemampuan akademis, tetapi mengabaikan pengasahan kemampuan untuk mengelola rasa demi terbentuknya watak dan karakter yang unggul. Sangat disayangkan bila kita menjadi orang pinter, tapi keblinger. Pencapaian akademis memang penting, tetapi pembentukan watak dan karakter jelas tidak bisa diabaikan. Di sinilah pentingnya kita menerapkan pendidikan yang memekarkan rasa—meminjam istilah I Ketut Sumarta.

Artinya, bagaimana kita melatih kepekaan rasa terhadap orang lain dan kondisi di sekitar kita. Semakin peka rasa seseorang, berarti semakin cerdas budinya, maka dorongan untuk berlaku kekerasan pun semakin terkendali; pun sebaliknya (I Ketut Sumarta dalam Membuka Masa Depan Anak-anak Kita, hal. 181). Tentu saja yang dimaksudkan dengan peka rasa di sini bukan hanya basa-basi lahiriah. Bukan pula melulu tentang bagaimana kita bersikap sopan kepada orang lain. Tetapi, bagaimana kita dengan sepenuh hati menaruh peduli pada kepentingan orang lain.

Harapannya, sikap peduli dan menghormati orang lain ini tidak hanya seperti pencapaian akademis yang bisa ditakar dengan angka, tetapi elannya benar-benar berakar dalam diri. Ini bisa menjadi semacam warning system untuk tidak menyakiti orang lain dalam bentuk apa pun. Perlu dipikirkan bersama bagaimana olah rasa ini dapat meresap dalam diri mereka melalui kegiatan belajar dan keseharian mereka. Semua elemen, tidak hanya sekolah, perlu terlibat di dalamnya untuk menjadikan generasi kita generasi yang pinter dan tidak keblinger.

Jika ini berhasil, tidak akan ada insan terdidik yang tega melakukan perbuatan yang tidak mencerminkan keunggulan diri, apalagi merugikan orang lain. Semoga.(BHN)